Wednesday, June 4, 2014

KECERDASAN EMOSIONAL

KECERDASAN EMOSIONAL
0 Komentar | Dibaca 66 kali
KECERDASAN EMOSIONAL
Oleh :
IMG_9430_3 
Ardiyansah Yuliniar Firdaus
Praktisi Pendidikan Kab. Bangkalan Guru SDN Sen-Asen 1 Kec. Konang
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai orang-orang pandai dalam intelektual tapi gagal dalam kehidupan. Hal apa kiranya yang menjadi penyebab kejadian semacam ini? Pada umumnya orang-orang pandai cenderung bersikap individual, mereka merupakan pribadi yang tertutup. Dalam kehidupan sosialisasipun mereka tergolong orang-orang yang pendiam. Ini jelas sangat berpengaruh pada kecerdasan emosional mereka. Hakikatnya orang hidup di dunia ini membutuhkan hubungan interaksi yang baik antar sesama. Dengan interaksi yang baik dalam sebuah lingkungan, secara tidak langsung pribadi kita sebagai seorang individu akan belajar mengenai kecerdasan emosional itu sendiri. Kecerdasan emosional akan membawa kita pada hal-hal yang mampu membantu kehidupan kita dalam penyelesaian masalah. Dalam kehidupan ini, keberhasilan seseorang tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan intelektualnya. Terbukti dari masih banyaknya orang pandai yang belum bisa memperoleh kehidupan yang lebih baik dibanding orang-orang yang intelektualnya sedang-sedang saja tapi mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi. Disini dapat terlihat jelas bahwa kecerdasan emosional mempunyai andil yang besar dalam pencapaian kesuksesan hidup seseorang.
Hakikat Kecerdasan Emosional
Definisi kecerdasan emosional menurut Gardner yaitu “ potensi biopsikologis untuk memproses informasi yang dapat digiatkan dalam suatu setting budaya untuk memecahkan masalah atau untuk menciptakan produk yang berguna dalam suatu budaya”. Gardner (1991) atas dasar penelitian-penelitiannya yang dipengaruhi oleh studi neurofisiologi dan antropologi mengemukakan hakekat kecerdasan emosional sebagai kemampuan yang bersifat majemuk.Kecerdasan emosi dapat juga diartikan sebagai kemampuan mental yang membantu kita mengendalikan dan memahami perasaan-perasaan kita dan orang lain yang menuntun kepada kemampuan untuk mengatur perasaan-perasaan tersebut.
Atas dasar temuan-temuan awalnya, Gardner memilah inteligensi menjadi tujuh yaitu verbal-linguistic; logical-mathe-matical; spatial; bodily-kinesthetic; musical;interpersonal; dan intrapersonal. Pada tahun 1999, Gardner mengemukakan beberapa kategori inteligensi lainnya yaitu naturalistic intelligence, spiritual intelligence, dan existential intelligence. Bagaimanakah menggambarkan inteligensi manusia? Inteligensi digambarkan dalam bentuk profil dimana setiap orang akan memiliki kecenderungan kuat dalam satu inteligensi atau lebih.
Dalam kaitan dengan pendidikan, pandangan Gardner dapat disarikan sebagai berikut: (1) pendidik mampu dalam bidang bahasa, berbicara secara efektif, dan menulis secara terampil; (2) pendidik menampilkan keterampilan interpersonal secara kuat, mereka memahami aspirasi dan ketakutan orang lain; (3) pendidik berkemampuan intrapersonal yang baik, menyadari kelebihan, kelemahan, dan tujuan sendiri; dan (4) pendidik yang efektif tahu akan keberadaannya, membantu orang lain memahami situasi hidup, mengklarifikasi setiap tujuan, dan merasa berarti dalam setiap kehidupan manusia.
Di samping itu, seorang pendidik juga harus memiliki karakteristik kreatif, kepemimpinan, bermoral, dan arif. Walaupun sebenarnya inteligensi itu tidak berurusan dengan hal moral dan tak bermoral, tetapi ada semacam konsensus dimana individu-individu menggunakan inteligensinya terbelah ke cara-cara yang prososial dan anti sosial.  Dalam hal ini, inteligensi spiritual memang masih menjadi polemik, benarkah itu sebagai inteligensi? Karena, pada hakekatnya inteligensi itu bebas dari nilai, sementara spiritualitas sarat dengan nilai. Walaupun demikian, dalam sejumlah aspek yang berkaitan dengan moral hendaknya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari peristiwa pendidikan.
Manusia Harus Memiliki Kecerdasan Emosional
Pada hakekatnya keberhasilan manusia dalam kehidupan ditentukan oleh kecerdasan emosional yang dimiliki oleh masing-masing individu. Dalam hal ini jelas bahwa sudah seharusnya setiap individu memiliki kecerdasan emosional itu sendiri. Terkait akan hal tersebut, masing-masing pribadi harus berupaya untuk terus mengembangkan kecerdasan emosionalnya. Manusia yang mempunyai kecerdasan emosional tinggi cenderung lebih sukses dalam hidupnya dibandingkan dengan orang yang kecerdasan emosionalnya rendah.
Seseorang yang inteligensi emosionalnya tinggi memiliki ciri-ciri: (1) lebih percaya diri, (2) harga diri tinggi, (3) memiliki sedikit masalah perilaku, (4) lebih optimis, (5) mampu menangani emosi sendiri secara lebih baik, dan (6) hidup bahagia.
Satu kemampuan emosional yang menjadi primadona adalah kemampuan empati. Bagaimanakah kemampuan ini dilakukan oleh pendidik? Empati merupakan kemampuan memasuki dunia pribadi orang lain tanpa kehilangan jati dirinya sendiri atau tidak menjadi lebur dalam pribadi orang lain. Pendidik harus dapat bertindak empatik pada orang yang dididiknya. Suatu saat pendidik dapat memasuki dunia pribadi orang yang dididik, namun dia tidak berubah menjadi pribadi orang yang dididiknya itu. Pada suatu saat dia bisa ke luarlagi menjadi dirinya sendiri.
Di samping empati, kemampuan emosional harus tampak pada kemampuan mendengarkan.  Kemampuan sebagai pendengar yang aktif menuntut keterampilan  memperhatikan, menginterpretasi, dan mengingat stimuli-stimuli yang kita tangkap dari pembicaraan.  Dalam kaitan hubungan interpersonal, mendengarkan merupakan ketrampilan yang sangat penting.  Bahkan suatu penelitian terhadap kepala personalia pada tiga ratus perusahaan ditemukan bahwa mendengarkan secara efektif menduduki peringkat teratas di antara keterampilan-keterampilan yang harus dimiliki oleh manajer/pemimpin.
Demikianpun pada hubungan pendidik dan anak/siswa, keterampilan yang paling penting bagi pendidik adalah kemampuan mendengarkan. Apabila ingin menjadi pendengar aktif yang unggul, perhatikan 14 penanda kemampuan mendengarkan secara aktif berikut: be motivated, make eye contact, show interest, avoid distracting actions, empathy, take in the whole picture, ask questions, paraphrase, don’t interrupt, integrating what’s being said, don’t over-talk, confront your biases, make smooth transitions between speaker and listener, be natural.
Dalam pergaulan, orang akan menampilkan kemampuan memahami orang lain dan bertindak sesuai pemahaman mereka. Kemampuan tersebut ada sejak usia dini. Anak dapat menampilkan sikap empatik. Sikap empatik dapat muncul bergantung pada kemampuan anak untuk mengendalikan diri. Tanda-tanda anak yang mampu mengendalikan diri atau mampu mengelola emosinya muncul dalam bentuk sanggup menunggu tanpa merengek, berdebat atau membujuk orang lain tanpa marah.  Menjalin hubungan dengan orang lain secara harmonis membutuhkan kemampuan tersebut. Selain itu perlu dipahami bahwa kemampuan menangani emosi merupakanseni (art) menjalin hubungan.
Kecerdasan Emosional Dapat Dipelajari Dimana Saja
Setiap individu dari kecil hingga dewasa, seiring proses perjalanannya telah mempelajari kecerdasan emosional itu sendiri. Secara umum, dimana pun kita berada secara tidak langsung kita telah mempelajari kecerdasan emosional. Baik yang kita sadari maupun yang tidak kita sadari. Kecerdasan emosional itu sendiri banyak kita jumpai paa saat kita berinteraksi dengan orang lain. Saat kita sedang berinteraksi maupun bersosialisasi dalam suatu lingkungan, secara tidak langsung diri kita telah mengaplikasikan serta belajar mengenai kecerdasan emosional itu sendiri. Jadi orang yang cerdas secara emosi bukan hanya memiliki emosi atau perasaan-perasaan, tetapi juga memahami apa artinya. Dapat melihat diri sendiri seperti orang lain melihat kita, mampu memahami orang lain seolah-olah apa yang dirasakan orang itu kita rasakan juga.
Kunci pokok kompetensi sosial adalah bagaimana orang mengekspresikan perasaan-perasaannya. Paul Ekman menggunakan istilah tata cara tampilan (display rules) mengenai penampilan perasaan-perasaan tersebut yang banyak dipengaruhi budaya setempat. Kita dididik untuk mempelajari tata cara tampilan emosi sejak dini. Pendidikan emosi dilakukan orangtua melalui menyuruh langsung anak untuk menampilkan emosi tertentu atau melalui contoh tampilan oleh orangtua. Dalam pembelajaran perasaan, emosi merupakan medium tetapi sekaligus juga pesan. Tampilan emosi akan menerima konsekuensi langsung atas pengaruh yang ditimbulkan kepada orang yang terkena.  Atas reaksi orang lain, kemungkinannya, anak akan menjadi bahagia atau sebaliknya menjadi kecewa atau terluka.
Penguasaan orang akan keterampilan mengekspresikan emosi dapat menular kepada orang lain. Dalam contoh ekstrim, kalau kita tenang menghadapi orang yang sedang siap perang, maka emosi marah orang yang siap perang tersebut akan reda. Perlu diketahui bahwa sebagian besar penularan emosi melalui cara yang tidak kentara, merupakan bagian “transmisi” yang diam-diam berlangsung pada setiap perjumpaan.  Demikian juga, penerimaan atas pengiriman emosi akan diikuti dengan cara yang tidak kentara pula.
Hal pokok yang menentukan pengiriman dan penerimaan suasana hati adalah sinkroni.  Sinkroni pendidik dan anak yang dididik di sekolah menunjukkan seberapa jauh hubungan mereka.  Sebagai contoh, semakin erat koordinasi gerak pendidik-anak didik akan semakin besar perasaan bersahabat, kebahagiaan, antusiasme, minat, dan keterbukaan mereka ketika melakukan interaksi. Mengenai inti pengaruh emosi bergantung pada karisma emosionalseseorang.  Singkatnya, koordinasi suasana hati merupakan inti dari setiap hubungan.  Apabila seseorang pandai menyesuaikan dengan suasana hati orang lain, maka ia akan mudah membawa orang lain di bawah pengaruhnya.  Sebaliknya, orang yang kurang pandai menerima dan mengirimkan emosi akan banyak mengalami masalah dalam hubungan, sebab seringkali orang lain tidak nyaman berhadapan dengannya, walaupun tidak tahu apa sebabnya.
Erat kaitannya dengan peran pendidik, maka tampilan inteligensi emosional akan menampak pada perilaku: (1) mengorganisasi kelompok, esensinya adalah kemampuan mendidik yakni memprakarsai dan mengkoordinasi aktivitas kelompok; (2) merundingkan solusi, yakni kemampuan sebagai mediator, mencegah dan menyelesaikan konflik; (3)hubungan pribadi, yaitu kemampuan ber-empati dan menjalin hubungan baik; dan (4) analisis sosial, intinya kemampuan mendeteksi perasaan orang lain. Bila kemampuan-kemampuan hubungan interpersonal tersebut tidak diimbangi dengan kesadaran akan kebutuhan dan perasaan serta bagaimana memenuhinya, akan mengarah ke kekosongan keberhasilan sosial.  Orang akan menjadi bunglon sosial.  Bagi para bunglon sosial yang penting kemenangan sosial, walaupun mereka hidup dalam ketidakcocokan antara wajah publik dan realitas pribadinya.
Ada sementara orang yang gagal dalam pergaulan. Mengapa? Mereka tidak memiliki sopan-santun pergaulan. Mereka cenderung tidak memiliki sinkroni dan harmoni sosial. Kebanyakan mereka mengalami disemia, yakni tidak mampu menangkap pesan nonverbal orang lain. Pendidik yang memiliki inteligensi emosional tinggi diharapkan mampu pesan-pesan verbal dan non verbal anak didiknya dan dengan demikian mudah baginya untuk menyesuaikan dengan anak didik mereka.
Untuk apa emosi manusia ? secara umum emosi berperan utama dalam menghadapi situasi-situasi kritis.  Oleh karena itu, emosi bisa berfungsi untuk (1) merasakan dengan hati  (emotional mind), (2) melakukan pembajakan emosional (emotional hijacking), dan (3) sebagai dasar pengambilan keputusan.
Kecerdasan Emosional Harus Dikembangkan Sejak Dini
Kecerdasan emosional akan sangat baik apabila dikembangkan dan diperkenalkan sejak anak masih usia dini. Semakin awal anak paham mengenai kecerdasan emosional maka akan sangat baik untuk kehidupannya di hari mendatang, khususnya untuk masa depannya kelak. Semakin dini seorang anak paham dan mengerti tentang kecerdasan emosional, anak tersebut akan mudah dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah-masalah yang muncul dalam kehidupannya. Dengan demikian, alangkah berbahagianya seorang anak yang memiliki orangtua yang peka dan pelatih emosi yang baik. Anak seperti ini akan berlatih menangani dirinya sejak masa kecil.
Perkembangan kecerdasan emosional secara tidak langsung juga dipengaruhi oleh kecerdasan intelektual. Pada umumnya semakin tinggi tingkat kecerdasan intelektual seseorang, semakin mudah pula orang tersebut mempelajari dan mengaplikasikan kecerdasan emosional dalam kehidupan segari-hari. Jadi seiring perkembangan tingkat intelektual kita, saat itu pula kecerdasan emosional kita juga mengalami perkembangan.
Perkembangan otak manusia dan fungsinya hampir semua terjadi ketika anak berusia dini.  Perhatikanlah pandangan Bloom sebagai berikut
-     Anak usia 0 – 4 tahun, 50% kemampuan otaknya telah berfungsi.
-     Anak usia 4 – 8 tahun 80% kemampuan otaknya telah berfungsi.
-     Anak usia 8 tahun ke atas tinggal mengembangkan 20% kemampuan otaknya.
Perkembangan otak terjadi kalau diasah terus, sayangnya dalam penelitian ditunjukkan bahwa kebanyakan anak hanya dikembangkan kemampuannya sekitar 5%. Dengan demikian, seharusnya sejak dini pendidikan memberi banyak kesempatan anak untuk mengembangkan fungsi otaknya. Walaupun pada usia-usia yang lebih tinggi hanya sebagian kecil saja dari kemampuan otak yang dikembangkan, namun apabila dasar pengembangan kemampuan otak telah diletakkan pada pendidikan usia dini, maka pada usia-usia selanjutnya, yakni ketika anak ada di masa remaja akan memberi kemungkinan yang lebih baik daripada sejak awal anak tidak dipersiapkan. Oleh karena secara dasar setiap anak memiliki potensi berupa kemampuan  berpikir, maka tugas pendidik sebenarnya terutama terletak pada pemberian kesempatan seluas-luasnya bagi anak didik untuk mengasah otaknya melalui menerapkan apa yang difahami dalam kehidupan nyata. Dalam kaitan ini Gardner (1999) menyebutkan bahwa anak didik yang dikatakan memiliki pemahaman yang mendalam (deep understanding) adalah anak yang mampu mengaplikasikan pengetahuannya dalam kehidupan nyata. Belajar tidak berhenti sampai anak memperoleh nilai dalam raport misalnya, tetapi dituntut bagaimana anak berperilaku dalam hidup sehari-hari di seting apa saja.
Umumnya urusan belajar dan berpikir hanya dikaitkan dengan cortex yakni tempat dimana  informasi diterima dari sensory receptor yang diolah lebih lanjut pada area tertentu (disimpan s/d dimunculkan kembali melalui response generator dan effector).  Pandangan ini dibantah oleh Goleman ketika ia mengembangkan pandangannya tentang inteligensi emosional. Goleman pada tahun 1995 menulis pentingnya emosional dalam mempengaruhi kinerja manusia.  Inteligensi emosional tersebut berpusat pada bagian sub-cortex khususnya di bagian limbik dan akan membentuk amigdala. Perlu diketahui bahwa antara cortex & sub-cortex dihubungkan sejumlah jaringan syaraf yang kompleks yang memelihara hubungan kerja antara keduanya.  Jadi urusan belajar bukan saja terkait dengan  kemampuan  berpikir rasional, melainkan ada campur tangan dari kemampuan berpikir emosional yang berpusat di sub cortex.
Dalam pendidikan, hakekat inteligensi emosional perlu difahami benar oleh setiap pelaku pendidikan. Walaupan kemampuan berpikir rasional sebagai modal utama dalam berpikir, namun adakalanya terjadi pembajakan emosional (emotional hijacking) yang bisa merusak kerja kemampuan berpikir rasional manusia. Dalam hal ini, secara tidak disengaja kemampuan berpikir emosional yang dikendalikan dari sub cortex akan bekerja dan berpengaruh besar terhadap cara-cara manusia berpikir.  Bisa jadi kemampuan berpikir emosional justru mengalahkan kemampuan berpikir rasional.
Kecerdasan Emosional Penting Bagi Kehidupan
Pada umumnya masyarakat hanya tahu bahwa kecerdasan terpenting adalah kecerdasan intelektual. Orang-orang cenderung kurang memperhatikan masalah kecerdasan emosional. Padahal sejatinya, kecerdasan intelektual tanpa diimbangi kecerdasan emosional tidak akan membuahkan hasil apa-apa.
Studi membuktikan bahwa hanya 10%-20% kecerdasan intelektual menentukan keberhasilan hidup. Itulah sebabnya, mengapa Goleman (1995) merujuk bahwa inteligensi emosional sebagai “master aptitude” sebab ia telah membimbing penggunaan kemampuan intelektual dan kemampuan lainnya.
Inteligensi emosional sering dipandang sebagai istilah yang sangat luas, namun pada intinya ia adalah kemampuan untuk mengidentifikasi dan melabeli perasaan.  Secara lebih jelas, Solomey mendefinikan inteligensi emosional sebagai a set of competencies that have to do with understanding emotions in oneself and in others, regulating emotions in oneself and in others.  Most importantly being able to use your emotions as a source of information with problem solving, being creative, and dealing with social situations.  Kemampuan ini dapat dirinci sebagai kemampuan untuk (1) memahami diri sendiri, (2) mengekspresikan suatu emosi secara tepat, (3) memotivasi diri sendiri, (4) mengatur emosi sendiri, (5) memecahkan masalah dan mengevaluasi resikonya, (6) menyelesaikan konflik, dan (7) empati.
Dengan memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, maka kita juga dapat meningkatkan kecerdasan itelektual kita. Disini dapat dikatakan bahwa antara kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional adalah satu kesatuaan yang utuh untuk memperoleh masa depan yang baik. Kita akan mudah mewujudkan cita-cita kita untuk menjadi orang sukses apabila kita mampu mengaplikasikan kecerdasan emosional dan kecerdasan intelektual dengan baik dan berimbang. Sangat tidak mungkin bagi kita untuk menjadi orang sukses apabila kita menanggalkan salah satu kecerdasan tersebut, khususnya kecerdasan emosional yang memiliki peran dan fungsi penting bagi kehidupan kita. Kecerdasan emosional memegang 80% bagian dari kesuksesan kita di masa yang akan datang.
Cara Pengembangan Kecerdasan Emosional
Pada dasarnya tidak ada pelajaran khusus yang mengajarkan kita mengenai kecerdasan emosional. Semua pelajaran emosional kita peroleh dari lingkungan sosial kita. Hanya saja disini telah menjadi tugas bagi seorang pendidik untuk bisa mengarahkan para siswanya agar mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi. Pendidik wajib untuk memberikan bekal emosi yang baik bagi para siswanya demi masa depan anak didiknya.
Cara paling awal untuk belajar kecerdasan emosional adalah dengan mengenali emosi diri ketika terjadi. Kenali apa saja yang berkecamuk dalam dada  dan suara-suara yang memerintahkan kita untuk bertindak. Tahapan berikutnya adalah melakukan kontrol diri terhadap berbagai bentuk emosi yang ada. Bagaimana kita mengendalikan diri ketika marah, tidak terpuruk ketika merasa kecewa, dapat bangkit dari kesedihan, mampu memotivasi diri dan bangkit ketika tertekan, mengatur diri dari kemalasan, menetapkan target yang menantang namun wajar, serta bisa menerima keberhasilan maupun kegagalan dengan lapang dada.
Jika hal tersebut sudah kita kuasai, selanjutnya adalah melatih kematangan sosial. Bagaimana kita berempati – merasakan apa yang dirasakan orang lain – sehingga bisa memberi respon yang tepat terhadap sinyal-sinyal emosi yang ditampilkan orang lain. Kematangan ini akan mudah dikembangkan jika kita aktif terlibat dalam organisasi, bekerjasama dengan orang lain dan memiliki interaksi sosial yang intens. Latihlah kemampuan kita dalam memimpin dan dipimpin, memotivasi orang lain, serta mengatasi dan mengelola konflik.
Memahami emosi sangat membantu dalam mengenali diri dalam tahap awal. Selanjutnya adalah mengenali dan mengendalikan oknum-oknum yang saling berperang dalam diri: berbagai keinginan, kesombongan, iri hati, dengki, kebencian, amarah dan sifat-sifat lainnya. Cerdas secara emosional akan membantu kita pada tahap awal untuk mengenali diri dengan lebih baik, sekaligus bersikap positif dan melatih kematangan menghadapi kehidupan, apapun yang terjadi: susah atau senang, sukses atau gagal, mudah atau sulit.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.muhammadnoer.com/2009/03/kecerdasan-emosional-sukses-pekerjaan/
http://rinyyunita.wordpress.com/2009/01/25/kecerdasan-emosi/
http://usepmulyana.files.wordpress.com/2008/07/5-mencerdaskan-emosi.ppt
http://belajarpsikologi.com/cara-meningkatkan-kecerdasan-emosi-eq/
http://ebekunt.files.wordpress.com/2009/10/11-kecerdasan.ppt
http://usepmulyana.files.wordpress.com/2008/07/emosi-dan-kecerdasan-emosi.ppt
http://stiepas-mm13b.com/wp-content/uploads/2010/05/ESQ2.ppt
http://files.delima-sinar.webnode.com/200000130-9de979ee38/guru-efektif.ppt
http://elearning-rri.net/materipim3/eq.ppt
Share this article :

0 komentar:

Post a Comment

 
  • STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH

    PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PROSES UNTUK SATUAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH Badan Standar Nasional Pendidikan Tahun 2007

  • ALPEKA BOS

    ALPEKA BOS (Aplikasi Laporan Pertanggungjawaban Keuangan BOS Tingkat Sekolah)

  • JUKNIS PENDATAAN DAPODIKDAS 2013

    Tujuan pendataan tingkat sekolah adalah untuk memperoleh data secara langsung yang cepat, akurat,valid, lengkap, dapat dipertanggungjawabkan dan termutakhir.

  • Gelar Gr bagi Guru wajib Tahun depan

    Gelar Gr diperoleh melalui module Pendidikan Profesi Guru (PPG) yang dijalankan oleh Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).

  • lapor Tunjangan DIKDAS

    cara login di lembar info PTK Masukan NUPTK sebagai UserID Masukan tanggal lahir sebagai password dengan format penulisan YYYYMMDD

  • Dapodik Jadi Acuan untuk Sejumlah Program Kemdikbud

    Tahun ini Data Pokok Pendidikan (Dapodik) menjadi acuan bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) dalam penyaluran dana untuk berbagai kebijakan, mulai dari Bantuan Operasional Sekolah (BOS), rehab sekolah, Bantuan Siswa Miskin (BSM), dan tunjangan profesi guru.